"Buset dah panas kok kebangetan amat yah?" risih Nina
sambil membuka helmnya seraya menyipitkan mata. Rina terus barjalan disamping
emperan toko-toko kecil disekitar pasar yang akan ditujunya. Ya, hari ini
Ibunya Nina akan mengadakan arisan, kebetulan Nina lagi tidak sibuk dan
menyuruh Nina belanja ke pasar.
Nina telah sampai di tempat dimana orang selalu masuk ke dalam pasar
melalui jalan alternatif dipojok sana, biar tidak kena becek gitulah. Setelah
Nina hampir keluar dari jalan itu, nampak oleh Nina seorang nenek tua yang
bajunya sudah lusuh banget duduk di ujung jalan alternatif itu. Spontan Nina
ingin memberi sedikit uangnya untuk nenek itu.
Ketika Nina sampai didepan sang nenek, Nina mengulurkan tangannya
yang sebelumnya telah ia selipkan sedikit uang dan memasukkan uang itu dalam
ember yang disediakan sang nenek.
Klik... Seketika ada seberkas pantulan sinar yang menyorot Nina dan nenek
barusan yang membuat Nina terkejut. Seorang pria stelan kaos biru-jeans berlari
kencang keluar pasar ketika Nina melihatnya.
"Heeeiiii jangan lariiii...... heeiiiii," Nina memanggil
pria itu kencang.
Tiba-tiba saja sang nenek buka suara dan Nina pun membiarkan pria
yang berlari tadi. "Makasih nak, mudah-mudahan dapat jodoh yang
terbaik," kata nenek itu kepada Nina.
Gleeeeekk. Nina seperti menelan sesuatu dalam mulutnya dan seketika membuat
Nina sedikit bingung dan langsung mengucapkan, "ooh, makasih nek,atas
doanya" balas Nina kepada sang nenek tua diiringi secercah senyuman tipis
dan Nina pun kembali pergi untuk belanja sebagaimana tujuan awalnya.
***
Ibunya Nina berjalan ke arah pintu kamar Nina dan langsung saja
membuka pintu kamar Nina. "Nina, yuk ikut Ibu yuk ke ruang tengah! mau Ibu
kenalin sama teman-teman Ibu," Ajak Ibunya Nina dengan lembut.
"Yaaah Ibu, Nina males... Nina masih ada yang mau dikerjakan
sama Desi nih," ucap Nina pada Ibunya sambil cemberut kayak ikan cucut.
"Desi, Tente pinjam Ninanya dulu yaaa?" izin Ibunya Nina
pada Desi, teman satu sekolahnya Nina.
"Ah, Tante ini pake izin segala, silahkan Tante cantik! gak
ada yang larang kok," Balas Desi pada Ibunya Nina sambil tertawa lepas.
Nina ikut sama Ibunya keruang tengah. Suasana rumah Nina tampak
ceria, teman-teman ibunya Nina ternyata sangat ramah dan humoris. Seketika Nina
yang cemberut itu berubah rona wajahnya menjadi kemerah-merahan.
"Buk Septi, beruntung deh punya anak secantik Nina,ya gak
ibuk-ibuk?" kata salah satu ibuk-ibuk kepada Ibunya Nina dan ibuuk-ibuk
yang lain.
"Ah, Bu Titik bisa saja, siapa dulu donk,ibunyaaaa,"
jawab Ibunya Nina sambil tertawa diiringi tawa ibuk-ibuk lainnya.
"Eh, ngomong-ngomong Nina udah punya pacar belom? kalau belom
sama anak tente aja... masih lajang loh," tanya seorang ibuk kepada Nina.
Belum sempat Nina menjawab, alias Nina masih kelihatan berpikir.
Ibuk yang lain juga pada ikutan nanya. "Sama anak Tante aja Nina, masih
lajang dan udah punya kerja," tawar ibuk-ibuk itu pada Nina.
"Eh, gak usah dengarin ibuk-ibuk yang itu,sama anak Tante
aja. Udah ganteng, pintar, lajang. terus udah kerja di kantor pemerintah
lagi," tawar ibuk-ibuk yang lain kepada Nina.
Nina kelihatan bingung, dan rona wajahnya semakin memerah. Melihat
anaknya yang gugup, Ibunya Nina angkat bicara.
"Aduh ibuk-ibuk,ada waktunya itu kalau ngomong begituan,
kasihan kan Nina saya jadi malu begini," tawa Ibunya Nina dan ibuk-ibuk
yang lainpun ikutan tertawa seraya meminta maaf kepada Nina yang merasa
terpojok.
Tiba-tiba saja salah seorang dari teman Ibunya Nina memecah
kemeriahan tawa dengan menyodorkan sebuah kertas kecil kepada Nina.
"Apa ini Tante?" tanya Nina sambil memperhatikan isi
dari kertas itu.
"Itu undangan untuk datang ke pameran karya seni anak Tante,
anak Tante seorang Fotografer. Jangan lupa datang ya!" ajak Tante itu
bersemangat.
"Oh, OK Tante, pasti," ujar Nina meyakinkan.
***
"Desiiii, gue diundang ke acara pameran ama teman ibu gue,
yeyeyye," kata Nina kegirangan pada Desi yang waktu itu lagi asyik
menulis.
"Whaat?? pameran?" tanya Desi terbelalak dan langsung
duduk siap di depan mukanya Nina.
"Iyaaa... pameran Des, tapi masalahnya gue mau pergi dengan
siapa, masa sama loe mulu si Des? nanti gue dikira orang gak laku terus lesbong
pulaaa....aaaaaa,, gak mau gak mau," ucap Nina teriak sambil mengacak-acak
rambutnya.
"Isshh, pikiran loe kejauhan amat sih ama gue, kalau beneran
terjadi gimana?" tanya Desi sambil mengedip-ngedipkan matanya.
"Dessiiii..... gue serius, jangan sampai lah."
"Iya deh, emang lu kira gue mau gitu? jijayy tauuk,"
balas Desi manyun.
"Ok ok, tapi gue emang serius Des, banyak yang bilang gue
cantik, tapi apa yang terjadi selama ini sama gue coba? gue ini jomblo Des,
JOMBLO SEJATI!!"
"Sssssstttt, setiap kata adalah doa," kata Desi berbisik
sambil menutup mulut Nina.
"Apaaan sih, lo jangan nakutin gue donk Des," kata Nina
sambil menghalau tangan Desi saat itu.
"Nin, setiap orang pasti bakal punya pasangan dan itu udah
janji Allah pada kita makhluknya. Mungkin sekarang, ini bukan waktu lo. Dan mungkin
waktu lo itu ada di masa yang akan datang," ucap Desi bijak yang seketika
membuat Nina ngelamun.
"Bener sih Des, tapi masalahnya gue sekarang udah kuliah,
setahun lagi bakal tamat,masa belom punya gebetan juga, gue juga mau. Lo sih
enak ngomong, lo udah pernah ngerasain dan udah punya 10 mantan, lah gue?"
ungakap Nina murung dan berjalan menuju jendela kamarnya seperti ingin melihat
sesuatu.
"Nin, asal lo tau aja, lo kira enak pernah punya mantan 10?
lo lihat apa yang gue korbanin! air mata, kesedihan,kebencian, kemunafikan,
kebohongan, dan sebagainya bahkan gue hampir di nodai, lo masih ingat itu kan?
jadi sekarang apa yang lo inginkan? lo lihat sekarang gue kan, gue udah gak
punya gebetan lagi sejak diceramahin sama si Aisyah yang orangnya alim banget
itu," ucap Desi tegas bak Hitler yang kayak di pelajaran sejarah.
"Desiiiiii... gue salut punya sahabat kayak loe,"
Ninapun berbalik dan memeluk sahabatnya erat yang telah membuka lebar
pemikirannya selama ini.
Lama Desi berada di rumah Nina, akhirnya Desi pulang dan
tinggallah Nina di kamarnya sendiri. Nina memperhatikan undangan yang diberi
teman ibunya tadi dengan seksama dan membacanya. Ya. acara itu akan diadakan
seminggu lagi. Nina berpikir akan mengajak Desi sahabat baiknya itu ke pameran.
***
Tibalah Nina di pameran yang sebelumnya ia tak pernah pergi
kesana. Nina dan Desi berkeliling mengintari setiap jalan yang disisinya telah
ditempeli beberapa foto yang spektakuler, yaaa.... it's so amazing! Kira-kira
siapa orang yang dapat memfoto ini sebegitu kerennya?? ucap Nina dalam
hati.
"Ninaaaa......," teriak suara Desi dari kejauhan.
Ternyata Desi telah berada di ujung pameran yang buntu. Nina berjalan menuju Desi dengan
langkah cepat.
"Apa sih? ini pameran tau, bukan hutan, asal teriak
aja," bentak Nina pada Desi.
"Gue terkejut tauk, nih liat fotonya," suruh Desi kepada
Nina.
"Haaaaaahh.... itu gue yaa?" tanya Nina.
"Lo sakit ya? itu emang lo Nina sayang. Kok bisa sih? lo gak
pernah bilang kalau lo pernah jadi foto model," kata Desi sambil menarik
bahu Nina untuk melihat wajahnya.
"Whaat? foto model? lu sedeng yaa? gak mungkin kalii,
lo liat baik-baik Des! gini ceritanya, waktu itu gue disuruh ibu ke pasar,
kebetulan gue nampak nenek-nenek yang bikin gue kasihan banget. Terus gue kasih
duit deh," ujar Nina santai.
"Oh gitu toh, terus siapa yang fotoin lo?" kata Desi
balik nanya.
"Tunggu dulu.....(Nina berpikir), ohhh, gue ingat sekarang,
waktu itu pas gue ngasih duit ke nenek tua itu, gue terkejut karena ada yang
fotoin ke arah gue dan nenek, gue kira itu cowok foto ntah siapa, kiranya fotoin
gue," kata Nina panjang lebar.
"Azeeeh, yang udah punya fans misteriuzz, by the way fotonya bagus banget. Menurut
analisa gue, sang nenek kumal dan seorang gadis baik hati yang memberi uang
sang nenek, itu kan adalah gambaran sifat murah hati ditambah lagi background suasana hiruk pikuk pasar seakan
menambah potret pelengkap yang mendramatisir seluruh aspek yang dialami sang
nenek. Cahaya yang tampak buram seakan menambah amukan naluri hati yang pilu
melihat penderitaan si nenek. Foto yang sungguh indah, namun kecut dan penuh
teka-teki," Ungkap Desi sambil melihat secara detail setiap sudut dari
foto itu.
Prok prok prok. Seketika Desi terkejut dan melihat semua
orang yang ada disekitar Desi bertepuk tangan mendengar komentar Desi tentang
foto itu. Desi sadar ternyata ia telah ditinggal oleh Nina. Desi pun beranjak
pergi sambil tersenyum kepada orang-orang yang masih bertepuk tangan padanya.
Ketika sedang mencari Nina, ternyata Desi melihat Nina dari kejauhan
yang sepertinya sedang berbicara dengan seorang cowok. Desi pun berjalan menuju
Nina.
“Nin, lo kok tega ninggalin gue bicara sendiri disitu,” gerutu
Desi ngambek.
“Lo sih, bicaranya hamper kayak Vicky nya si Gotik, makanya gue
lari,” kata Nina tertawa. Dan si cowok itupun ikutan tertawa.
“Eh, siapa nih? Kenalin donk!” rayu Desi sambil menyenggol bahu
Nina.
“Lah, gue aja belom kenal dia, ini aja baru mulai ngobrol,hehe,”
ujar Nina.
“Dari pada kita gaje, ikut gue dulu yok!” ajak cowok itu.
“Ha? kemana?” tanya aku dan Desi serentak.
“Udah, ikut aja!” balas cowok yang masih belom diketahui namanya
itu.
Nina dan Desi pun mengikutinya dari belakang. Dalam hati kecil
Nina sepertinya terdapat perasaan yang menggebu-gebu tak biasa. Yaa… cowok itu baru
pertama kali ia temui, tatapan mata cowok itu sungguh membekas pada pandangan
imajinasi Nina. Matanya, menyorotkan sesuatu yang sulit diungkapkan. Nina terus
saja memperhatikan cowok itu dari belakang. Mata Nina lurus pas berada di
pundak cowok itu. Nina ingin cowok itu menjadi pangerannya di alam imajinasinya
kalau perlu menjadi pria yang akan mengisi kekosongan hari-harinya selama ini.
“Jangan mimpi dia jadi pangeran lo ya Nin?” suara bisik Desi membuyarkan lamunan Nina.
“Dasar lo Des, bukannya support, malah ngejatuhin,” kata
Nina sambil menjulurkan lidahnya.
Cowok itu mengajak Nina dan Desi pada sebuah café yang tak jauh
dari pamerannya berada. Dan cowok itupun mempersilahkan Nina dan Desi untuk
duduk kemudian memesan makanan ataupun minuman.
Saat sedang menikmati makanan,
cowok itupun buka suara. “Nama gue Rio Nugraha, biasa dipanggil Rio.”
“Oh, Rio… nama aku….” (Rio memotong
pembicaraan Nina). “Aku udah tau nama kamu, Nina kan? dan teman kamu Desi.”
Nina dan Desi terbelalak dan
berhenti seketika mengunyah makanan. “Iyaaa… kok tau sihh? Kita kan belum
pernah ketemu,”kata Nina.
“Makanya, kalau sama tetangga itu
jangan sombong,” ujar Rio sambil menghadapkan wajahnya kearah Nina.
“Tetangga?” Tanya Desi.
“Iya, gue dan Nina itu sebenarnya tetangga
loh Desi,” kata Rio pada Desi.
“Oh, jadi itu lo ya Rio, anaknya
Tante Ria yang ngasih gue undangan untuk kesini. Jadi lo yang bikin pameran dan
yang foto gue?” tanya Nina penasaran.
“Iyaa, maafin gue ya sebelumnya
udah bikin lo terkejut pas di pasar waktu itu.”
“Yaudah, gak apa kok,” ujar Nina
malu dan seketika langsung melihat Desi yang mukanya udah kayak udang rebus gak
tahan mau teriak kayaknya.
“Lo masih ingat gak Nin, waktu itu
lo pulang ke rumah lagi jalan sendirian, terus saat itu lo nendang kaleng
minuman dan langsung kena kepala gue yang saat itu gue sedang jogging sore , waktu
itu gue sumpah ingat betul wajah jelek lo pas lari ketakutan terbirit-birit,”
ungkap Rio tertawa lepas sendiri.
“Udah selesai ketawanya?” kata Nina
jutek.
“Ha?apa? maaf Nin, maaf,” Rio pun
berhenti tertawa dan menahan malu. Nina dan Desi pun ikut tertawa dan
selanjutnya mereka melanjutkan makan mereka yang sempat terhenti.
Selanjutnya Rio membawa Desi dan
Nina ke galeri tempat Rio memajang foto Nina bersama nenek tua itu. Ketika
mereka sampai di lokasi. Rio mengambil sepucuk mawar putih yang ada diatas meja
tepat dibawah foto Nina dan nenek tua dipajang. Seketika membuat Nina dan Desi
bingung saling bertatapan. Rio tepat berada dihadapan Nina diantara foto Nina
dan Nenek tua.
“Nina, selama ini gue suka sama lo
sejak lo nendangin kaleng ke kepala gue. Sejak saat itu gue penasaran sama lo
dan sering ngikutin lo kemana lo pergi, dan satu keinginan gue dari loNin, gue
mohon lo mau jadi pendamping hidup gue selamanya,” Ujar Rio mengungkapkan
perasaannya pada Nina, sambil berlutut dihadapan Nina seraya mengangkat mawar
putih itu kehadapan Nina.
“Rio, tapi kita belum saling kenal,
kita baru aja kenal. Terus apa alasan gue harus nerima lo?” balas Nina bingung
sambil melihat Desi.
“Tapi gue kenal lo, gue suka dan
cinta banget sama lo Nina, Plis terima gue dan ambil mawar putih ini,” kata Rio
memohon dengan sangat.
Nina tampak bingung. Rio bukan
minta jadi pacar tapi malah minta jadi pendamping hidup, apa artinya ini semua?
Nina sangat bingung. Nina melihat ke Desi yang asyik melihat-lihat kamera si
Rio yang sejak tadi ia pegang.
“Des, gimana nih? Gue terima?”
Tanya Nina pada Desi.
“Nin, gue nungguin nih, gue mau lo
ikhlas berikan rasa cinta lo ke gue sama seperti rasa ikhlas dan tulus lo
ketika memberi nenek yang ada didalam
foto itu!” Rio mengingatkan yang kelihatannya udah pegel-pegel.
“Rio, lo jangan buat gue merasa
kasihan dan iba gitu donk, gue bingung!” kata Nina galau ketulungan.
“Nin,ini adalah kesempatan besar
dari hidupmu yang harus lo aktualisasikan agar terciptanya kemakmuran
harmonisasi dan tiada kudeta diantara lo dan Rio, TERIMA!” kata Desi yakin.
TERIMA! TERIMA! TERIMA! Sorak-sorai
teriakan dan iringan tepuk tangan membuat suasana hati Nina menggebu , semua
orang yang ada di pameran ini menyaksikan ikrar cinta Rio pada Nina.
Nina mengambil mawar putih itu, “
Rio, berdirilah, gue nerima lo sekarang.”
“Lo serius Nina?” tanya Rio gak percaya.
“Iya,gue serius taukk, atauu….”
“Ok…ok, gue percaya, makasih
Ninaa,” Rio pun berdiri dan berhambur langsung memeluk Nina dihadapan
orang-orang yang ada di pameran itu. Semua orang pun memberikan bertepuk
tangan.
Desi melihat kamera Rio yang sedari
tadi ia pegang. Yaaa…. Desi mendapat satu jepretan foto saat itu. Satu lagi
momen paling indah terabadikan. Desi mendapatkan foto indahnya ikrar cinta Rio kepada Nina. Sama halnya ketika Nina
menunduk memberikan keihklasannya pada sang nenek di pasar. Dan sekarang Nina
pun menunduk kembali sembari menerima keikhlasan dan ketulusan cinta dari Rio yang akan menjadi belahan jiwanya, tepat
didepan foto Nina dan nenek tua itu.
TAMAT