Friday 5 July 2013

Senyum Bunda


Dalam kelamnya malam, mata indahku menatap hamparan langit bertahtakan bintang-bintang sembari memeluk lutut dan menghela nafas pelan. Aku rasakan sejuknya malam dan hembusan angin yang syahdu,membuat aku merasa terbang bebas dari balkon kamarku menuju dunia pelangi kasih sayang dengan berjuta  warna yang  menyejukkan hati. Pikiranku mengembara pada kegiatanku dari bangun tidur hingga menjelang tidur kembali. Aku tersenyum pahit. Semua itu tiada berarti karena ada satu hal dalam hidup ini yang tidak kudapat.
***
“Pagi sayang, Bunda berangkat ke kantor dulu ya.” Sapa Bunda sembari tersenyum manis menatapku.
“Eng. Nggak sarapan dulu Bun? Aku buat nasi goreng special untuk Bunda.” tawarku sambil menyodorkan semangkuk nasi goreng dengan ditaburi potongan kecil keju-keju.
“Maaf Audy, Bunda sibuk nih. Masih banyak job yang belum terselesaikan. Kapan-kapan aja ya? Bunda pergi dulu. Assalamu’alaikum.” Ucap Bunda dengan langkah kakinya yang mulai menjauhiku.
Ku tatap punggung Bunda dengan perasaan sedih. Bunda pergi meninggalkanku begitu saja tanpa mencicipi sedikitpun makanan yang aku persembahkan dengan penuh cinta untuknya. Sejak Ayah meninggal lima tahun silam, Bunda yang menggantikan Ayah bekerja ke kantor untuk menghidupi aku dan adik laki-lakiku. Bunda selalu pulang diatas jam Sembilan malam, membuat hati ini merasa kesepian.
Sangat jarang sekali kulihat wajah Bunda kecuali ketika aku akan berangkat kesekolah, bagaimana tidak, ia selalu pulang malam dan ketika ia datang aku telah terlelap  dengan  berjuta mimpi-mimpiku.
Oh, Bunda. tak sadarkah bahwa diriku sangat merindukanmu? Merindukan belain tanganmu? Merindukan senyum manismu? Merindukan pelukanmu? Merindukan semua tentangmu!! Batinku sembari menghela nafas pelan.
***
Lambat laun hari akan terus berganti. Mataharikan selalu memancarkan sinarnya. Bumi akan terus berputar dan tahun akan senantiasa berlalu. Tak terasa aku telah menginjak bangku kelas  tiga SMA. Bunda selalu saja memberikan hadiah jika aku berprestasi di sekolah dan aku sangat senang, tapi ia tidak pernah memberikannya secara langsung kepadaku, selalu saja lewat orang lain. Sebenarnya, aku nggak butuh semua hadiah Bunda. aku hanya butuh Bunda! butuh perhatian dari Bunda. salahkah? bisikku ringkih.
Malam ini, mataku kembali tak ingin terpejam. Pikiranku berputar keepisode masa silam. Suara ketukan pintu menghentikan lamunanku. Sepertinya Bunda baru pulang. Panddanganku mengarah pada jam winnie the pooh berwarna kuning yang tengah tersenyum indah disalah satu sisi kamarku. 21.25 desisku lirih.
Disaat hampir jam  sebelas malam, aku menyelinap masuk ke kamar Bunda. Tidak ada yang berubah sejak kepergian Ayah. Buku-buku Ayah masih tertata rapi diatas meja. Pandanganku kini mengarah pada wanita yang memiliki senyum emas dan hati seindah pelangi.  Wajah itu sudah semakin menua, dimakan oleh usia. Rambutnya sudah mulai memutih dengan bingkain wajah yang terlihat  begitu lelah. Sebelumnya aku ingin berterima kasih pada Bunda yang selalu mejaga kami dengan baik. Jika aku selalu mengecewakanmu, maka maafkan aku Bunda. Aku hanya ingin bunda nggak lagi mengacuhkanku. Aku dan Raihan butuh perhatian Bunda. Aku pengen berbagi kisah tentang dia pada Bunda. Aku sudah tujuh belas tahun Bun, aku punya seseorang yang special dan aku ingin membagi cerita itu padamu. Bisakah? Salahkah? Aku butuh perhatianmu! butuh senyummu! Ucapku dalam hati. Aku menghela nafas pelan. Mataku tak henti-hentinya menatap wajah wanita itu. Wanita yang telah rela memberikan seluruh hidupnya untuk aku dan Raihan.
***
“Audy, tolong antarin Raihan ya ke tempat les. Bunda nggak bisa ngantar, soalnya lagi buru-buru ke bank nih.” Ujar Bunda menyuruhku. Aku termangu pelan sembari menatap kepergian Bunda yang buru-buru. Sebuah pertanyaan hinggap dimemori otakku. Ingin rasanya kulontarkan pertanyaan itu, tapi rasanya mulut ini telah menahan lebih dari seribu kalimat yang pada akhirnya akan hilang termakan oleh larutnya kekecewaan.
Aku pergi bersama adikku dengan mengendarai motor. Dari kaca spion motor, kulihat adikku begitu senang. Berbeda sekali dengan ku. Padahal ia hanya murid SMP yang pastinya lebih membutuhkan perhatian lebih dari aku. Apa mungkin aku terlalu egois? Adikku saja tidak terlalu memikirkannya. Ah, bodoh sekali! Bagaimana pun juga aku ya aku. Raihan ya Raihan. Aku dan Raihan memiliki pola pikir yang berbeda.
***
Disaat pagi menjelang dan mentaripun menampakkan senyumnya kearah jendela kamarku, seakan ia menyuruhku untuk ikut pula tersenyum dengannya. Baiklah, aku harap bunda hari ini mau ikut sarapan pagi bersamaku.
“Bun, sarapan bareng yuk. Ayolah Bun sekali ini saja, sudah lama kita tidak sarapan bareng. Please!” ungkapku penuh harap.
“Makasih sayang, tapi bunda lagi buru-buru nih. udah telat. Bunda nggak bisa, kapan-kapan kalau bunda lagi nggak ada kerjaan aja ya, pasti kita akan makan bersama, ok cantik?” ucap Bunda sambil berjalan meninggalkanku dalam kesendirian. Aku berlari menuju kamarku dan kubanting pintu dengan sekuat tenaga. Tidak peduli apakah pintu itu rusak atau hancur. Kuhempaskan tubuhku diatas kasur. Butiran-butiran bening tak terbendung lagi di ujung mataku dan keluar  begitu saja membasahi pipiku.
“Bunda selalu saja seperti ini, aku hanya ingin lebih dekat dengan Bunda. Aku  tidak ingin kejadian seperti ayah dulu terulang kembali.  Ayah yang selalu sibuk dikantor dan tak pernah perhatian serta berbicara kepadaku hingga akhirnya ayah meninggal, tanpa memberikan kenangan yang berarti padaku. Aku tak ingin hal serupa terjadi pada bunda” isakku dalam tangis. Kuraih selembar kertas berwarna hijau muda dan pena hijau Winnie the pooh yang ada di dekatku. Ku tuliskan segala isi hatiku yang rapuh,gundah,dan galau gulana.
***
“Raihan, kamu bawa motor kesekolah gih.” Ucapku sambil menyodorkan kunci motor dihadapannya.
“Bener nih? Trus kak Audy naik apa? Mendingan sama seperti biasa aja deh kak, kan kita searah” jawab Raihan dengan tampang polosnya.
“Kakak nebeng sama temen aja Rei. Udah janjian. Buruan pergi gih, entar telat lagi.”
“Beres kak. Cabut dulu ya. Makasih kakakku yang cantik.” jawab Reihan.
“Dasar cowok,  dipinjemin motor girangnya bukan main. Apalagi kalau udah punya motor sendiri, pasti ntu motor udah di jungkir balik sama yang makai.” Ungkapku.
Kulihat keadaan diluar rumah, awan hitam semakin pekat menggulung-gulung di langit, dan sepertinya hujan akan turun. Temanku ternyata telah menungguku didepan rumah.
“Audy, ayo! Keburu hujan nih.” Panggil Yola, sahabatku.
“Iya Yola. sabar !”, jawabku.
Dalam perjalanan menuju sekolah hujan turun begitu deras dan kami memutuskan untuk berteduh sejenak menunggu hujan reda di dekat emperan toko. Selang beberapa saat, hujanpun mulai reda.
“Audy, kita bolos aja yuk! lagian hari ini pelajarannyapun lagi ngebosenin”, rayu Yola.
“ ha, bolos? Gak ah nanti kalau ada yang lihat gimana? Bisa mampus kita” jawab ku terbelalak.
“ udah lah, sekali aja pun, lagian masih gerimis juga. Daripada nanti disekolah kena hujan lokalnya Pak Heri nanti, iddiiihh..jijay banget deh. Tersiksa ne bathin, apalagi kita duduk paling depan, bisa-bisa harus nyediain payung pas pelajaran bapak tu”, ungkap Yola dengan nada kesal kecentilan.
Setelah aku resapi kata-kata Yola, ada benarnya juga. Apalagi aku juga lagi malas ke sekolah, bundapun tidak pernah  memperhatikan aku. Dan pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi bersama Yola dan pergi menuju kafe langganan Yola. Aku dan Yola beserta teman-temannya bersenang-senang hingga lupa waktu, dan tidak sengaja aku melihat jam biru yang menempel dipergelangan tanganku, jarumnya menunjukkan jam 20.10.
Seketika aku pergi dari kafe dengan tergesa-gesa,kuraih tas ransel hijauku yang berada diatas meja kafe dan pergi meninggalkan teman-temanku. Aku benar-benar tidak menyadari ini. Aku terlalu terbawa dunia yang sebenarnya hanya membuang-buang waktu ku yang sangat berharga saja.
Saat aku telah keluar dari kafe,aku melihat kearah rumah makan yang berada didepan kafe, kebetulan perutku udah menunjukkan sinyal-sinyal dengan bunyi yang membuat aku risih,disekitar rumah makan itu kulihat dari kejauhan sesosok yang begitu aku kenal turun dari mobil merahnya dan iapun juga melihat kearahku.
“Ha… bunda?”, ucapku panik.
Dengan segera akupun pergi berlari dengan sekuat tenaga meninggalkan tempat itu. Terdengar dari kejauhan bunda  berteriak memanggil-manggil namaku. Namun aku acuhkan saja, toh selama ini dia tidak pernah peduli padaku, ia hanya sibuk mencari uang. Sampai-sampai dia lupa kalau dia mempunyai dua orang anak yang sangat membutuhkannya dan sama sekali tidak pernah meluangkan waktunya sedikitpun buat buah hatinya ini.
Dalam keadaan berlari aku menoleh kebelakang, ku lihat bunda ternyata sedang mengejarku. Akupun berlari lebih kencang lagi karena ketakutan, entah apa waktu itu yang sedang aku pikirin, aku hanya terus berlari dalam keadaan menoleh ke belakang. Dan pada saat itu juga aku tidak menyadari apa yang ada didepanku. Aku berhenti seketika dan melihat cahaya lurus kearahku juga suara klakson mobil yang begitu kencang, aku berteriak memanggil “bundaaa”. Kemudian gelap……..
s
“ Audy sayang, bangunlah nak! Bunda menyayangimu,” isak tangis seseorang.
Sayup-sayup suara lembut yang tidak begitu asing lagi terdengar ditelingaku. Begitu lekat sampai  ke hati.
“Apakah aku masih hidup atau sudah mati?”, bisik hatiku yang pilu.
Perlahan-lahan ku coba membuka kedua kelopak mataku dengan sangat hati-hati. Sedikit terlihat kabur. Lalu kucoba mengedipkan kedua kelopak mataku beberapa kali. Kemudian terlihatlah langit-langit bewarna putih dan suasana yang serba putih, dan aku melihat Raihan dan wajah bunda yang lembab karena air matanya yang mengalir. Sungguh menyakitkan melihat bunda menangis seperti itu karena aku.
“dimanakah aku sekarang bunda?” ucapku lirih penuh kekhawatiran.
“Audy,akhirnya kamu sudah sadar,kamu berada di rumah sakit, maafkan bunda sayang,bunda takut kehilangan kamu,!” ucap bunda pilu sambil meneteskan butiran-butiran air mata seraya memeluk tubuhku erat.
Pelukan ini begitu hangat, sudah lama aku tidak merasakannya sejak lima tahun yang lalu. Begitu damai, tentram, dan penuh kasih sayang.
Mengapa harus dalam keadaan seperti ini bunda baru memelukku, selama ini bunda kemana saja?ungkapku dalam hati, tak terasa mata ini tidak sanggup lagi membendung deraian air mata ini.
“maafkan Audy karena  membuat bunda sedih dan menangis seperti ini”.
“tidak apa-apa Audy, maafkan bunda pula yang selalu membuat dirimu kesepian dan tidak memperhatikanmu, bunda baru sadar setelah membaca catatanmu yang ada dikamarmu, untuk itu, maafin bunda ya!”, ucap bunda memelukku erat kembali.
Dan akupun berjanji kepada bunda untuk tidak bolos lagi, dan hura-hura seperti yang sebelumnya dan harus mengingatkan bunda jika bunda terlalu sibuk hingga tidak memperhatikan aku dan Raihan lagi..
Pagi akan terus berganti dengan datangnya siang, siangpun akan terus berganti dengan datangnya malam, dan rodapun akan terus berputar yang pada akhirnya akan kembali pada posisinya semula. Burung-burung yang biasanya enggan bernyanyi kini telah mengeluarkan alunan melodi-melodi dalam kehampaan dunia. Kasih sayang,cinta tak perlu harus dipaksa ataupun dicari, sepanjang-panjangnya sungai yang ada didunia ini, pasti hanya akan bermuara ke satu tujuan yakni lautan lepas nan biru yang didalamnya terdapat kebebasan, ketenangan dan kedamaian abadi. Makasih Tuhan. Makasih atas semua yang Engkau limpahkan padaku. Pada kami semua. Kini aku sadar, dibalik semua masalah yang menimpa hidupku, pasti ada hikmah dibalik semua ini. Setelah kesusahan pasti ada kemudahankan? Makasih juga udah kasih Bunda sebaik beliau. Aku hanya ingin selalu natap senyum Bunda karena senyumnya adalah semangat hidupku. Smile is my mother.  I can not live without that smile. And I’d rather not live without you. :)
The End



No comments:

Post a Comment